Seperti Sungai Cilamaya, Yang Memaafkan Limbah

Iklan

Seperti Sungai Cilamaya, Yang Memaafkan Limbah

CILAMAYA MENULIS
28 June 2018
Ini yg kudu aku tulis sekali maning, Nok., soal lebaran kemarin, mestinya aku sigap datangi rumahmu, minta maaf sperti dulu.. Bukan aku lupa di hari pertama dan kedua. Tapi aku sedang mengumpulkan keping2 kesalahan yg telah aku perbuat.

Aku ga kepengen ada ada sedikitpun khilaf yg terlewat. Sehingga masuk bulan berikutnya aku tak lagi membawanya di bahu ini. Aku ingin mengibaratkan sebuah perjalanan yg selalu saja menyertakan kesalahan dalam kelok likunya.

Seperti sungai Cilamaya yg selalu mengelus pinggang tanggul yg ada pohon tablo ditepinya dan barisan gelagah dipinggir lainnya.. Ketika hatinya setenang bulan, airnya menyanyikan tentang temaram di lubuk pendiam.

Saat sungai Cilamaya marah, menggelegak, airnya menyapu dinding tanggul itu.. Menggerus ribuan remah tanah. Mengaduk tubuhnya menjadi lumpur kecoklatan.. “Sperti cokelatnya warna kulit gadis2 dikampung kita dulu”..

Nok., semakin ke hilir aliran sungai itu makin meraksasa. Apalagi jika hujan juga membawa balatentara. Sungai cilamaya bisa merendam puluhan rumah. Memotong jalan, menyisakan sampah dan bau serapah setelahnya. Sebelum akhirnya ia sampai dalam dekapan kekasih sejatinya di ujung muara. Melebur bersama asinnya garam lautan.

Itulah yg aku maksud, Nok.. Terkadang kesalahan terjadi karena memang harus terjadi. Tak bisa dihindari. Hanya kita yg tau agar tidak menumpuk kesalahan hingga berpeti peti. Sebab maaf belum tentu tersedia satu laci.

Aku sudah mengumpulkan ingat apa salahku padamu, Nok.. Aku kikis satu demi satu dari sejarah dan kenangan. Tidak sampai satu peti, Koq..

Aku yakin kamu punya maaf sebesar bumi.. “Seperti sungai Cilamaya yg telah memaafkan limbah yg telah mengotori dirinya.”