Baheula
di Cilamaya untuk menyaksikan tontonan film itu, selain bisa datang ke Bioskop
Alam-Jaya yang jadi legenda ‘Urang Cilamaya’, juga bisa menyaksikan lewat layar
tancap yang digelar oleh perusahaan jamu. Arena yang dijadikan untuk “ngagelar klasa urang cilamaya’ menyaksikan
film hitam putih itu di area tanah pasar, yang siangnya dijadikan pangkalan
sado.
Selain
memutar film, biasanya perusahan jamu itu memulainya dengan propaganda produknya
yang dibawakan oleh orang-orang bertubuh kerdil, yang cilamaya sebut “kelawar
ceprot!”. Di atas kap mobil, para kelawarceprot itu berdendang dan menari
sambil mengacung-acungkan jamu produk terbaru dari perusahan itu.
Sepertinya
perusahaan jamu itu tau apa yg dimau orang cilamaya. Tiap pagelaran nonton
bareng lewat layar tancap itu, sengaja produsen jamu itu memutarkan film
kesukaan orang cilamaya, yakni Film Chaplin. Saking seringnya menyaksikan
chaplin dalam tiap pertunjukan filmnya, sampe orang cilamaya hafal sosok
chaplin. Pria pendek berkumis hitam ‘seadanya,
pake setelan tuksedo, topi pesulap, serta tongkat kayu yang selalu ia bawa. Meski
dalam film nya Chaplin gak pernah ngomong. Cuma menjual gerak tubuhnya, tapi
itu bisa membuat orang cilamaya ‘ngakak.!..
Chaplin
mulai mencari peruntungan untuk menghasilkan uang dengan terjun ke dunia
hiburan. Ia merasa telah mewarisi bakat dari kedua orangtuanya yang malang
melintang di panggung pertunjukan. Debut penampilannya terjadi saat ia tampil bersama
kelompok remaja The Eight Lanchasire Lads.
Pada
1910, Chaplin melancong ke Amerika Serikat bersama rombongan Fred Karno
Repertoire Company. Bagi Charlie, Paman Sam adalah tanah harapan untuk
mewujudkan mimpinya jadi aktor ternama yang kaya raya. Penampilan perdana
berlangsung mulus. Penonton puas dan memuji aksi Charlie dalam lakon berjudul
“A Night in English Music Hall.” ----Dua tahun berikutnya, ketika Chaplin
kembali ke Amerika, ia ditawari kontrak bermain film oleh Keystone Film
Company. Pihak perusahaan menyodorkan gaji $150 per seminggu. Charlie pun
mengiyakan. Kesempatan emas tak datang dua kali, demikian pikirnya.
Perlahan
kariernya menanjak. Ia mulai dikenal sebagai karakter gelandangan kocak dalam
film-film bisu. Tahun-tahun itu, belasan judul film ia lakoni, misalnya The
Floorwalker, The Fireman, The Vagabond, One A.M, The Count, The Pawnshop, The
Rink, dan The Immigrant. ----Kesuksesan tersebut turut mengubah hidup Chaplin.
Ia jadi kaya, mengutip pendapat Richard Brody dari The New Yorker, menggunakan
kekayaannya sebagai "alat berkesenian" dengan mendirikan studio film
di La Brea Avenue, Hollywood.
Dari
sinilah Chaplin menapaki masa kejayaannya. Film-filmnya menuai pujian. Misalnya
The Circus (1928), yang mengisahkan gelandangan yang bergabung dengan sirkus
karena tidak sengaja tersandung seperti badut. Kemudian City Light (1931) di
mana Chaplin memerankan gelandangan yang jatuh hati pada gadis tunanetra dan
berkawan dengan jutawan pemabuk. Tak ketinggalan, Modern Times (1936), yang
mengisahkan kejamnya industri modern.
Karena
dituduh komunis, Chaplin diusir dari Amerika. Pada 1952, malah Chaplin dilarang
masuk ke negeri paman Sam itu. Untuk menganulir larangan itu, Chaplin harus
mengajukan permohonan kembali sebagai imigran dan melaporkan segala aktivitas
politik maupun kehidupan pribadinya.
Chaplin
paham dan menolaknya, hal tersebut hanya akal-akalan pemerintah Amerika untuk
membenarkan tuduhan komunis kepadanya. Ia memilih tinggal di Swiss sampai akhir
hayatnya pada 25 Desember 1977. Cahplin meninggal pada usia 88 tahun, tepat
hari ini 42 tahun lalu.
Jauh
sebelum Chaplin meninggal, orang cilamaya juga udah jarang liat filmnya. Karena
perusahaan jamu itu tak pernah lagi datang untuk berpropaganda. Begitu juga
dengan keberadaan bioskop Alam Jaya yang jadi kebanggan ‘urang cilamaya. Bangkrut
dan terkubur bersama ribuan cerita Nostalgianya.