Penyebutan Wadon, Awewe, atau 'Harim di Cilamaya, dalam bahasa Indonesia disebutnya Perempuan. Beberapa frasa menunjukkan betapa mulianya sosok perempuan, hingga ada sebutan Ibukota, bukan bapak Kota,Ibu Pertiwi, bukan Bapak ertiwi, leluhur kita juga disebutnya Nenek-moyang, bukan kakek moyang.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, pemaknaan perempuan mulai bergeser pada hal-hal yang terkait dengan keistrian dan rumah tangga. Perempuan itu diidentikan dengan pekerjaan rumah tangga. Ada rumor yang menyebutkan bahwa tugas perempuan adalah di rumah, yakni di dapur, di kasur, dan di sumur. Dengan kata lain, perempuan merupakan penunggu rumah saja.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, pemaknaan perempuan mulai bergeser pada hal-hal yang terkait dengan keistrian dan rumah tangga. Perempuan itu diidentikan dengan pekerjaan rumah tangga. Ada rumor yang menyebutkan bahwa tugas perempuan adalah di rumah, yakni di dapur, di kasur, dan di sumur. Dengan kata lain, perempuan merupakan penunggu rumah saja.
Padahal, kan nggak,ya.?. Tugas perempuan bukan cuma melahirkan dan menyusui saja. Sebagai
seorang istri, perempuan juga boleh keluar rumah namun atas izin suaminya karena
suami adalah imam dalam rumah tangga. Sebagai makmum, sudah kewajiban istri
untuk mengikuti perintah imamnya.. “Adalah dosa disaat makmum melanggar
imamnya”.. Catat.!. Hehe..
Mungkin
atas tuduhan sosok perempuan itu hanya sebagai penunggu rumah, para perempuan 'kantoran merasa lebih nyaman jika dipanggilnya wanita. Katanya terdengar lebih
elegan. Misalnya Wanita Karier.!. Krenn di kuping, kata dia.
Sepintas
kalo ngebayangin sebutan perempuan itu sepertinya sosok yang lemah gemulai,
anggun, dan berkebaya, tapi sebutan wanita itu sosok yang lebih modern, menor, rada
‘wanian, dan lebih gaul.
Tapi dulu temen-temen saya yang jadi aktivis-kampus kepengennya
disebut ‘Activitis-Perempuan. "Rada pada ‘bli gelem’ mun disebut aktivis
wanita”, alasan, konon kata “Wanita” itu cukup merendahkan.!. Hahh?!!!
Dara,
temen kampus saya pernah nerangin gini.. "Ada perbedaan makna perempuan dan
wanita menurut etimologi-Jawa”.-- Tau ga artinya “etimologi?". Coba goleti ning
Kamus Bahasa, biar nambah wawasan baru, hehe..
Kata
Dara, dalam etimologi Jawa, kata “Wanita” berasal dari frasa ‘Wani-Ditoto’ atau
berani diatur, yg dimaknai hanya sebagai sosok yg kudu tunduk dan patuh pada
lelaki sesuai budaya Jawa pada jaman itu. Maksudnya jaman feodal giccuu,
deh..
“Jaman
orang rendahan kudu ngesot-ngesot klo lewat di depan para petinggi.”, Hihi..
Sementara
menurut bahasa Sanskerta, kata “Perempuan” muncul dari kata “per-empu –an”.... ‘Per' memiliki makna “makhluk” dan 'Empu' artinya mulia, atau mahir.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna kata ‘perempuan adalah “Makhluk mulia,
yang memiliki kemampuan”.
Mungkin
itu sebabnya lembaga Komnas Perempuan tidak pake nama “Komnas-Wanita”, dan “Kementerian Pemberdayaan Perempuan” juga tidak disebut “Kementerian
Pemberdayaan Wanita”.
Jadi
sebutan “wanita” yang terdengar indah itu, ternyata kata Dara, sisa dari sistem feodal yang
bernuasa merendahkan. Kebalikannya, ‘Perempuan justru memiliki makna yang
lebih kuat dan elegan.
Tapi sebenarnya bagi saya Wanita dan Perempuan sama saja. Karena di bawah kaki mereka lah letak
sorga itu berada. malah kata Bidin temen saya di Cilamaya, pernah
menyebut.. ”Hanya letak bakiakdan tarumpah yang ada di telapak kaki pria.!.”, Hahaha...
...
Pisss.. Bro..!😋😋