Cilamaya Menyebutnya WADON atau AWEWE

Iklan

Cilamaya Menyebutnya WADON atau AWEWE

CILAMAYA MENULIS
16 December 2019


Penyebutan Wadon, Awewe, atau 'Harim di Cilamaya, dalam bahasa Indonesia disebutnya Perempuan. Beberapa frasa menunjukkan betapa mulianya sosok perempuan, hingga ada sebutan Ibukota, bukan bapak Kota,Ibu Pertiwi, bukan Bapak ertiwi, leluhur kita juga disebutnya Nenek-moyang, bukan kakek moyang. 

Namun seiring dengan berjalannya waktu, pemaknaan perempuan mulai bergeser pada hal-hal yang terkait dengan keistrian dan rumah tangga. Perempuan itu diidentikan dengan pekerjaan rumah tangga. Ada rumor yang menyebutkan bahwa tugas perempuan adalah di rumah, yakni di dapur, di kasur, dan di sumur. Dengan kata lain, perempuan merupakan penunggu rumah saja.

Padahal, kan nggak,ya.?. Tugas perempuan bukan cuma melahirkan dan menyusui saja. Sebagai seorang istri, perempuan juga boleh keluar rumah namun atas izin suaminya karena suami adalah imam dalam rumah tangga. Sebagai makmum, sudah kewajiban istri untuk mengikuti perintah imamnya.. “Adalah dosa disaat makmum melanggar imamnya”..  Catat.!. Hehe..

Mungkin atas tuduhan sosok perempuan itu hanya sebagai penunggu rumah, para perempuan 'kantoran merasa lebih nyaman jika dipanggilnya wanita. Katanya terdengar lebih elegan. Misalnya Wanita Karier.!. Krenn di kuping, kata dia.

Sepintas kalo ngebayangin sebutan perempuan itu sepertinya sosok yang lemah gemulai, anggun, dan berkebaya, tapi sebutan wanita itu sosok yang lebih modern, menor, rada ‘wanian, dan lebih gaul.
Tapi dulu temen-temen saya yang jadi aktivis-kampus kepengennya disebut ‘Activitis-Perempuan. "Rada pada ‘bli gelem’ mun disebut aktivis wanita”, alasan, konon kata “Wanita” itu cukup merendahkan.!. Hahh?!!!

Dara, temen kampus saya pernah nerangin gini.. "Ada perbedaan makna perempuan dan wanita menurut etimologi-Jawa”.-- Tau ga artinya “etimologi?". Coba goleti ning Kamus Bahasa, biar nambah wawasan baru, hehe..

Kata Dara, dalam etimologi Jawa, kata “Wanita” berasal dari frasa ‘Wani-Ditoto’ atau berani diatur, yg dimaknai hanya sebagai sosok yg kudu tunduk dan patuh pada lelaki sesuai budaya Jawa pada jaman itu. Maksudnya jaman feodal giccuu, deh..

“Jaman orang rendahan kudu ngesot-ngesot klo lewat di depan para petinggi.”, Hihi..

Sementara menurut bahasa Sanskerta, kata “Perempuan” muncul dari kata “per-empu –an”.... ‘Per' memiliki makna “makhluk” dan 'Empu' artinya mulia, atau mahir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna kata ‘perempuan adalah “Makhluk mulia, yang memiliki kemampuan”.

Mungkin itu sebabnya lembaga Komnas Perempuan tidak pake nama “Komnas-Wanita”, dan “Kementerian Pemberdayaan Perempuan” juga tidak disebut “Kementerian Pemberdayaan Wanita”.

Jadi sebutan “wanita” yang terdengar indah itu,  ternyata kata Dara, sisa dari sistem feodal yang bernuasa merendahkan. Kebalikannya, ‘Perempuan justru memiliki makna yang lebih kuat dan elegan.
Tapi sebenarnya bagi saya Wanita dan Perempuan sama saja. Karena di bawah kaki mereka lah letak sorga itu berada. malah kata Bidin temen saya di Cilamaya, pernah menyebut.. ”Hanya letak bakiakdan tarumpah yang ada di telapak kaki pria.!.”, Hahaha...

... Pisss.. Bro..!😋😋