Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah meminta masyarakat untuk waspada dengan
cuaca ekstrem, khusus curah hujan yang tinggi. Untuk
tahun ini, BMKG memprediksi musim hujan akan berlangsung dari bulan Desember ini
hingga Januari tahun depan. Seperti kebanyakan daerah di nusantara, derasnya
hujan selain rawan banjir juga kadang disertai tanah longsor.
Kalo
tanah longsor, sepertinya jarang terdengar di desa kita, ya.?. Beda dengan
banjir. Waktu saya kecil di Cilamaya pernah juga ngerasain liat banjir. Mungkin seperti kamu kecil dulu, kalo banjir datang para orangtua pada
‘nelangsa, sibuk menambak pintu
rumah pake tanah, malah kita yang masih pada Balita kegirangan liat datangnya
air banjir dari kali Cilamaya yang warnanya coklat seperti bajigur.!
Luapan
air yang datang melebihi tinggi tanggul itu, bisa meluber sampe ke jalan raya. Saat
itu lah para Balita ‘pesta. Bisa ngebak di ‘buteknya air kali yang membanjiri
jalanan. Juga bisa teriak-teriak kegirangan saat mobil datang melintas yang
bisa menciptakan ombak hingga air masuk ke dalam rumah.
Meski dahulu saya kecil di cilamaya pernah ngeliatin banjir, tapi rasanya itu
jarang-jarang. Artinya ga setiap musim hujan datang. Memang sungai di desa kita
itu sering banjir. Tapi kalo air datangnya ga merajalela, paling warga di sana
hanya menonton di tepian tanggul.
Pada
waktu itu penyebab banjir bisa meluap ke jalan raya, karena warga yang pada bermukin
di dalam bantaran kali sengaja membobol tanggul itu untuk “berbagi-derita” dengan warga yang jauh bermukim di luar tanggul.
Konon, dengan cara membobol tanggul, para penghuni dalam bantaran tanggul itu
berharap airnya akan segera bisa cepat surut.
Untuk
mengatasi hal ini, sekitar tahun 75’an, ketika Kepala Pengawas Pengairan
Cilamaya di jabat Bp.Muhyi, pernah dilakukan upaya mengurangi banjir dengan
cara merelokasi penduduk yang bermukim di dalam bantaran tanggul. Mereka yang
dianggap ‘biang keladi penyebab
terjadinya banjir di Cilamaya dipindahkan ke lahan tanah di luar area tanggul.
Ada yang ditempatkan di belakang daerah Barahan, selebihnya ditempatkan di
sekitar Kerajan Pangkalan.
Kemudian
mulai dari Gempol hingga ke Muara Cilamaya, ketinggian tanggul ditambah dengan cara
menumpuk karung plastik berisi tanah. ‘Proyek itu banyak menyerap tenaga lepas untuk
menjadi pekarja membuat tanggul dalam upaya menangkal banjir sungai Cilamaya.
Semenjak
itu banjir tidak lagi rajin datang menyapa daratan jalan raya dan pemukiman
warga di sana. Jika sekarang terjadi lagi banjir di Cilamaya... “Giliran siapa
yg disalahkan?”.